Cikini 82 Tempat Bersejarah Sang Diplomat Indonesia

by
Berkumpulnya Para Diplomat di Kediaman Achmad Subardjo

Berkumpulnya Para Diplomat di Kediaman Achmad Subardjo

Menteri Luar Negeri, Ibu Retno merayakan HUT Kemenlu ke- 71 dengan mengumpulkan seluruh mantan Menteri Luar Negeri yang pernah berbakti untuk Indonesia pada tanggal 19 Agustus 2016. Acara ini menjadikan reuni akbar bagi seluruh mantan menteri luar negeri di kediaman Achmad Subardjo, menteri luar negeri pertama Indonesia di Jl. Cikini Raya No 82, Jakarta.

Rumah yang pernah dijadikan kantor Kementerian Luar Negeri pada saat itu menyimpan sejarah yang sangat luar biasa terhadap kiprah Indonesia dalam membina hubungan luar negeri Indonesia pasca kemerdekaan. Achmad Subardjo telah tiada, namun anak-anak beliau masih menyimpan kenangan yang sangat jelas terhadap peristiwa-peristiwa kemerdekaan pada zaman itu.

Salah satu anak Achmad Subardjo menceritakan bahwa pada saat proklamasi sudah dikumandangkan Ir Soekarno langsung membentuk sebuah kabinet dan menunjuk Achmad Subardjo sebagai menteri luar negeri pertama. Achmad Subardjo menjadikan kediamannya sebagai kantor operasional menteri pada saat itu sehingga pemuda-pemuda pada saat itu langsung menjaga kediamannya itu untuk memastikan keamanan di wilayah tersebut.

Menjadi saksi bertemunya para diplomat

Menjadi saksi bertemunya para diplomat

Dirumah ini juga Achmad Subardjo menerima tamu-tamu luar negeri dari berbagai negara. Pertemuan yang terkait dengan tugas negara dan diplomasi negara ada dalam rumah ini. Ada juga tokoh-tokoh seni yang datang dalam setiap kegiatan yang dilakukan dirumah ini. Seandainya tembok-tembok yang ada dirumah ini bisa bercerita, ia pasti akan menceritakan semuanya sebagai saksi perjalanan sejarah kementerian luar negeri pada saat itu.

Sarana dan prasarana yang minim, kantor yang sederhana dan tugas yang berat mampu   /dijalankan oleh Achmad Soebardjo dengan semangat merdeka dan jiwa nasionalisnya. Perjuangan inilah yang perlu kita kenang dan ikuti, Seperti kata Ibu Retno, “ Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarah dan perjuangan para pahlawan dan pendahulunya”.

Dinding rumah menjadi saksi sejarah awal kegiatan Kemenlu pada saat itu

Dinding rumah menjadi saksi sejarah awal kegiatan Kemenlu pada saat itu

Dari bukunya kita bisa melihat bagaimana Subardjo memandang penting peranan ide dalam perjuangan kemerdekaan. Di halaman 6 Subardjo menulis:

“Saya berpendapat bahwa ide-ide merupakan unsur terpenting dalam perkembangan dan kemajuan sejarah dunia, termasuk sejarah kemerdekaan Indonesia. Tapi bukan sembarangan ide dapat menggerakkan manusia untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi negara dan masyarakat. Hanya ide-ide yang mengandung kebenaran dan keadilan dapat menyentuh jiwa manusia yang dapat merasakannya.”

Bagi Subardjo, Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk dengan ide sebagai batu fondasi sekaligus tiang penyangga. Kalimat pertama Pembukaan UUD 45 berbunyi: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Kalimat pembuka ini menunjukkan secara gamblang dan tegas kepercayaan sekaligus komitmen para pendiri Republik atas ide tentang kemerdekaan sebagai hak dan perlunya penjajahan dihapuskan.

Kediaman Achmad Subardjo dijadikan kantor Kemenlu pertama

Kediaman Achmad Subardjo dijadikan kantor Kemenlu pertama

Kepercayaannya pada kekuatan ide ini membuat Subardjo yakin bahwa memahami sejarah saja tidaklah cukup tanpa mengerti dan menghayati ide dan nilai yang melingkupinya. “Generasi muda tidak hanya harus mengetahui fakta-fakta yang membentuk latar belakang sejarah pergerakan nasional Indonesia, tapi juga harus mengetahui seta menghayati prinsip-prinsip dasar, yakni self-relience, self-help, dan self-determination yang secara nyata berhasil menghancurkan rezim kolonial,” tulisnya.[i]

Kepercayaan pada kehormatan dan kekuatan ide ini menjadi semacam vitamin bagi Subardjo untuk tanpa kenal lelah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dia yakin seyakin-yakinnya bahwa ide tentang kemerdekaan suatu bangsa adalah ide yang “mengandung kebenaran dan keadilan” dan “menyentuh jiwa manusia yang dapat merasakannya” sehingga layak diperjuangkan bahkan dengan taruhan nyawa sekalipun. Keteguhan semacam itulah yang selalu ditunjukkan Subardjo, mulai dari saat dia menjalankan aktivitas politik di Belanda hingga dirinya diserahi tugas menjadi Menteri Luar Negeri pertama Republik yang masih muda.

Putri Pertama Achmad Subardjo menceritakan kegiatan orangtuanya pada saat itu.

Putri Pertama Achmad Subardjo menceritakan kegiatan orangtuanya pada saat itu.

Saat secara resmi ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri pada tanggal 19 Agustus 1945, Subardjo dihadapkan pada situasi yang tidak mudah. Kantor belum tersedia, pegawai pun belum ada. Boleh dibilang Subardjo memulai dari nol, tidak seperti menteri-menteri lain yang telah bisa bekerja secara normal. Di tengah segala kesulitan yang dihadapinya, Subardjo dituntut untuk mengambil langkah cepat. Maklum, situasi masih bergejolak. Ancaman penjajah bisa datang kembali sewaktu-waktu, sementara orang-orang yang bekerja pada Republik memiliki kesetiaan yang masih terbelah. Sebagian dari mereka masih tidak percaya bahwa Republik bisa bertahan dan menunggu kembalinya Belanda.

Hal pertama yang dilakukan Soebardjo adalah mencari pegawai dengan memasang iklan di koran Asia Raya yang berbunyi “Siapakah yang ingin menjadi pegawai Departemen Luar Negeri?.” Iklan tersebut direspon oleh sepuluh pelamar, dan semuanya langsung diterima oleh Subardjo. Lima orang dia serahi tugas sebagai sekretaris, sementara lima yang lain diminta mengatur administrasi. Karena kantor belum tersedia, maka digunakanlah rumah pribadinya sebagai tempat kerja sehari-hari. Dengan segala keterbatasan itu, bisa dimaklumi jika Deplu kala itu belum mampu beroperasi sesuai yang diharapkan. Persoalan-persoalan yang muncul diatasi sebisanya saja dengan segenap kemampuan.

Achmad Subardjo tidak lama menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, hanya sekitar 3 bulan. Perbedaan prinsip dan pandangan politik menjadi penyebabnya. Pada bulan November 1945 terjadi perubahan dari Kabinet Presiden menjadi Kabinet Menteri. Namun setelah masa itu Achmad Subardja sering menjadi Duta Besar Indonesia. Ketika Kabinet Sukiman berkuasa (April 1951-Februari 1952), Subardjo kembali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Bahkan setelah masa tugasnya berakhir, Subardjo diberi jabatan sebagai Penasihat Menteri Luar Negeri dengan status Duta Besar. Dengan statusnya itu, Subardjo berkeliling dunia menjalankan tugas bagi negara. Tahun 1957-1961 Soebardjo menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Swis. Menjelang usia senjanya Subardjo masih aktif menjalankan berbagai aktivitas sampai Tuhan berkenan mamanggilnya pada 15 Desember 1978 dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Subardjo dimakamkan di rumah peristirahatannya di Cipayung Bogor. Tahun 2009, Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.

Selama kegiatan ini berlangsung, acara HUT Kemenlu melakukan ramah tamah dengan segenap para mantan menlu dan diplomat yang hadir dalam undangan ini. Mereka saling bercerita, mengamati tampilan rumah Achmad Subardjo dalam kenangan yang pernah ada. Alunan musik keroncong mengalun lembut, membuat suasana kediaman Achmad Subardjo kembali seperti dulu kala. Tampaknya semua hadir sangat senang bisa mengenang sejarah yang pernah ada di dalam rumah ini. Semoga rumah yang pernah menjadi tempat bersejarah ini dapat dijaga dan dirawat dengan baik keberadaannya, agar semua masyarakat bisa melihat lebih dekat rumah bersejarah yang berlokasi Jalan Cikini Raya No 82.

7 Responses
  • Liza
    September 2, 2016

    wah,menarik sekali informasinya mbak. saya baru tahu sejarah pasca kemerdekaan dan baru tahu kalo menlu pertama achmad subardjo

    • Petualang Cantik
      September 2, 2016

      hihi…sama mba, saya juga baru tahu. di Indonesia memang harus banyak yang kita explore sejarahnya.

  • Dee
    September 2, 2016

    Wah beruntung bisa hadir dalam acara ini sekaligus bs menyusuri sejarah Indonesia yang jarang terpublikasi dari angle berbeda 😉

  • Prima Hapsari
    Oktober 14, 2016

    Keren mbak, bisa berjumpa mantan Dubes.

What do you think?

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *