Mengupas Luwu Raya Dalam Kaitan Sejarah dan Naskah I La Galigo

by
Saat Workshop Sedang Berlangsung

Saat Workshop Sedang Berlangsung

Halo para petualang cantik,
Dalam rangka mengenang 70 tahun peristiwa pertempuran heroik Rakyat Luwu pada tanggal 23 Januari 1946, masyarakat Luwu mengadakan acara ziarah ke Taman Makan Pahlawan Kalibata pada sabtu, 23 Januari 2016 pukul 08.00wib dan dilanjut acara workshop di Gedung Sekretariat Sensor Film di Jalan MT. Haryono Kav 47-48 Jakarta Selatan.

Dalam acara tersebut saya berkesempatan untuk meliput acara workshop. Di sana hadir pembicara yang sudah ternama seperti Anhar Gonggong ( Sejarawan Indonesia), Ridwan Saidi ( ahli sejarah dan budayawan Betawi) dan hadir juga sejarawan Tanah Luwu Andi Anthon Pangerang.

Dalam pembahasan mengenai perjuangan tanah Luwu ada sejarah yang sangat kental bagi masyarakat Luwu. Diantaranya adalah naskah atau kitab I La Galigo, kitab terpanjang di dunia dan lebih tua dari kitab Mahabrata. Kitab I La Galigo sudah mendapat pengakuan dari UNESCO.

Andi Anthon Pangerang memaparkan tentang sejarah perlawanan semesta rakyat Luwu. Menurut Andi Anthon Pangerang, peristiwa 23 Januari 1946 dapat di lihat dari 2 aspek yaitu :
1. Dilihat secara struktural
2. Dilihat secara fungsional

Secara Struktural
Peristiwa 23 Januari 1946 adalah peristiwa perlawanan semesta rakyat Luwu dimana terlihat bahwa “Solidarity Maker” perlawanan itu digerakan oleh Andi Jemma Datu Luwu ( yang masih legimated secara kultural). Di dukung oleh tokoh-tokoh adat dan Inalili (tokoh-tokoh adat dari 12 anak suku) yang merupakan bagian integral masyarakat Tanah Luwu yang sangat heterogen. 12 anak suku tersebut adalah :
1. To Ware
2. To Ala
3. To Raya
4. To Rongkong
5. To Seko
6. To Rampi
7. To Sassa
8. To Wotu
9. To Pamona
10. To Bela
11. To Mengkoka
12. To Bajo
Anak suku tersebut masing-masing memiliki dialek bahasa yang berbeda-beda.

“solidarity Maker” ini di dukung oleh para “Problem Suolver” yang memiliki ketrampilan praktis yaitu kaum pengerak nasional di tanah Luwu. Seperti tokoh-tokoh agama, pandu-pandu Hizbul Wathan, bekas-bekas Heiho, guru-guru dan lalin-lain.

Secara Fungsional
Dapat dikatakan bahwa gerakan 23 januari 1946 adalah gerakan yang matang, bukan gerakan spontan atau sekedar reaksi sebab akibat atas terjadinya kekosongan kekuasaan karena takluknya pemerintah militer Jepang. Sementara pemerintah kolonial Belanda belum hadir kembali ke Indonesia. Indikatornya adalah panjangnya waktu perlawanan sekitar 3 tahun dengan serangkaian 40 pertempuran yang berada di garis komando yang tetap. Begitulah perjuangan semesta rakyat Luwu 23 Januari 1946 sekaligus menjadi latar belakang Andi Jemma mendapatkan gelar Pahlawan Nasional oleh Indonesia.

Untuk memahami makna peristiwa 23 Januari 1946, Andi Anthon Pangerang mengajak semua masyarakat Luwu untuk mengetahui latar belakang Budaya Politik masyarakat Kedatuan Luwu. Ini berkaitan dengan Naskah I La Galigo yang merupakan latar belakang Budaya Politik dari masyarakat tradisional dari Kedatuan Luwu.

Foto Bersama Anhar Gonggong ( Sejarawan Indonesia)

Foto Bersama Anhar Gonggong ( Sejarawan Indonesia)

Banyak orang tidak tahu dengan sejarah Kedatuan Luwu makanya Anhar Gonngong mengatakan bahwa “ Sejarah itu harus di tulis, apalagi banyak kampus seperti Hassanudin yang memiliki Fakultas Sastra dan sejarah”.

Saat Wawancara Dengan Ridwan Saidi ( Ahli Sejarah dan Budayawan Betawi

Saat Wawancara Dengan Ridwan Saidi ( Ahli Sejarah dan Budayawan Betawi

Sementara menurut Ridwan Saidi “ Sejarah mengenai Kedatuan Luwu belum banyak di kenal orang, sejarah Indonesia Timur belum dapat tempat dalam kitab-kitab sejarah di Indonesia. mereka asyik menggoreng-goreng sejarah Jawa yang kebanyakan itu bohong ”. lanjutnya lagi “ penulisan sejarah harus direkontruksi agar benar. Kita membuat hal-hal yang fiktif. Sriwijaya itu tidak pernah ada di Indonesia, Tarumanegara tidak pernah ada, kalingga tidak pernah ada, semua dihalau kitab sejarah lalu masuklah kesultanan-kesultanan Indonesia Timur, itu yang faktual”. Menurut Ridwan Saidi. Berkali-kali Ridwan Saidi mengatakan Sejarawan Indonesia “Goblok…!!!” ini membuat Anhar Gonggong tidak terima dengan perkataan Ridwan Saidi.

Acara Workshop ini sangat seru dan menarik dalam memaknai perjuangan para pendahulu bangsa Luwu. Kegiatan ini mampu membangkitkan semangat masyarakat Luwu untuk lebih dalam mengeskplore sejarah agar bisa diketahui oleh semua bangsa Indonesia khususnya keturunan-keturunan masyarakat Luwu.

Note dari saya : Sejarah yang kita miliki bisa lebih menarik dari sejarah Bangsa India atau China. Kalau bukan kita yang mengangkat sejarah tersebut, lalu siapa? Jangan biarkan orang asing yang lebih tahu sejarah kita, padahal kita ada didalam wilayah yang kita miliki.

4 Responses
  • @zataligouw
    Januari 26, 2016

    merinding bacanya mba Lita, secara aku penggemar sejarah…

    setuju, ayo angkat, tulis, dan sebarkan sejarah kita, agar masy Indonesia dan terutama anak2 kita tahu kehebatan bangsanya sendiri 🙂

    • Petualang Cantik
      Januari 26, 2016

      Terima kasih mba zata sudah peduli dengan sejarah kita. Apalagi ada bukti otentik dg naskah terpanjang di dunia yang di miliki oleh mereka. Itu potensi mereka untuk menggali dan mengkaji sejarah di luwu raya.

  • Fera
    Januari 26, 2016

    keren mbak,,benerr banget mbak negeri kita kaya banget dengan sejarah kalau bukan kita siapa lagi yang akan mengangkat sejarah tersebut,, nambah banget pengetahuan saya mbak.. thx 🙂

What do you think?

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *